Terbaru.co.id — Lukisan naturalis merupakan salah satu jenis aliran yang ada dalam seni lukis. Dalam aliran naturalis ini, seniman yang membuat lukisan akan berupaya menggambarkan segala sesuatu yang dijadikan obyek dalam dunia nyata, mirip dengan aslinya dalam kanvas.
Dengan demikian lukisan naturalis ini akan menciptakan sebuah bentuk yang memiliki tingkat kesamaan tinggi dan mendekati bentuk asli dari obyek tersebut. Dengan demikian, setiap pelukis yang menggeluti aliran ini harus memperhatikan setiap detail dari obyek tersebut. Sehingga dalam lukisan yang dibuat tidak ada bagian yang tertinggal yang mengakibatkan lukisan kehilangan nyawanya.
Lukisan naturalis ini memiliki ciri khas yang menjadikannya berbeda dibandingkan dengan jenis aliran lukisan lain. Ciri khas ini adalah penggunaan teknik degradasi warna. Degradasi warna sendiri merupakan sebuah pemanfaatan warna yang disusun dari warna yang lebih tua pada warna yang lebih muda. Bisa juga sebaliknya, dari warna yang berwarna terang menuju warna yang lebih gelap.
Ciri khas ini muncul sebab dalam lukisan naturalis ini harus dibuat mendekati obyek nyata yang ada di alam. Itulah mengapa, sudut datangnya sinar harus diperhitungkan dengan seksama. Karena sudut daatangnya sinar ini akan menimbulkan sebagian obyek berwarna terang dan sebagian obyek lagi berwarna gelap karena tidak mendapatkan sorotan cahaya.
Pada bagian yang mendapatkan penyinaran lebih banyak, akan dilukis dengan memberikan warna yang lebih terang dibandingkan bagian yang tidak terkena sorotan sinar. Teknik gradasi ini merupakan teknik dasar yang harus dipelajari dan dikuasai oleh seseorang yang ingin belajar teknik melukis dengan aliran naturalis tersebut.
Aliran lukisan naturalis sendiri sudah muncul sejak abad 19. Aliran ini berkembang sebagai sebuah wujud reaksi pada kemapanan aliran romantisme yang sudah muncul sebelumnya.
Tokoh aliran naturalis dunia adalah seorang pelukis dari Amerika yaitu Wiliam Bliss Baker. Baker yang menggemari melukis pemandangan, mampu menciptakan komposisi lukisan yang mendekati keindahan obyek asli dari pemandangan tersebut. itulah mengapa, lukisan pemandangan dari William Bliss Baker dianggap sebagai salah satu lukisan naturalis terbalik dunia, melalui lukisan pemandangannya.
Raden Saleh
Indonesia sendiri memiliki tokoh yang dianggap sebagai salah satu maestro lukis dunia yang menggeluti aliran naturalis ini. Salah satu dari banyak pelukis Indonesia tersebut adalah Raden Saleh. Kemampuannya dalam membuat lukisan naturalis itu banyak diasah semasa Raden Saleh tinggal dan belajar ke Belanda.
Kesempatan untuk belajar ke negeri Belanda ini didapatkannya setelah seorang mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda yang bernama Payen mengetahui bakatnya. Payen tertarik dengan teknik melukis Raden Saleh, terutama dengan menggunakan media cat minyak. Akhirnya, Payen mengajak Raden Saleh muda untuk menemaninya berkeliling Jawa, guna mendapatkan model untuk dijadikan obyek melukis. Dalam kesempatan itu, Payen menugasi Raden Saleh untuk menggambar berbagai macam jenis manusia yang dijumpainya di setiap wilayah yang mereka singgahi.
Karena kekaguman Payen pada Raden Saleh inilah, akhirnya Raen Saleh diusulkan untuk menimba ilmu ke Belanda. Usulan dari Payen ini mendapat dukungan dari Gubernur Jendral G.G.G.Ph. van der Capellen yang pada waktu itu berkuasa di Indonesia. Dukungan ini diberikannya, setelah melihat secara langsung hasil karya dari Raden Saleh yang dianggapanya memang memiliki bakat khusus.
Pada tahun 1892, Raden Saleh berangkat ke Belanda atas biaya dari Capellen. Selain untuk memperdalam kemampuannya melukis, Raden Saleh juga diiberikan tugas lain. Tugas tersebut adalah mengajari Indpektur Keuangan Belanda, yaitu de Linge mengenenai adat istiadat dan perilaku yang biasa dilakukan masyarakat Jawa. Termasuk di dalamnya adalah mengajari tentang bahasa Jawa dan juga bahasa Melayu. Hal ini menunjukkan bahwa Raden Saleh tidak hanya memiliki kepiawaian di bidang melukis, namun juga mempunyai ketrampilan dalam hal kebudayaan.
Di Belanda, kemampuan Raden Saleh mengalami perkembangan yang pesat. Itulah mengapa, dirinya sempat dianggap sebagai pesaing pelukis muda asal Belanda lainnya. Mereka pun berusaha dengan berbagai macam cara untuk bisa menunjukkan bahwa kemampuan melukis yang dimiliki Raden Saleh masih di bawah kemampuan para pelukis muda asal Belanda tersebut.
Dalam suatu kesempatan, para pelukis muda itu membuat lukisan bunga yang nampak hidup. Akibatnya, beberapa kumbang dan kupu-kupu terkecoh dan hinggap di atas lukisan tersebut. Hal inilah yang membuat mereka mengejek dan mencemooh Raden Saleh. Akibatnya, Raden Saleh merasa marah dan terhina sehingga kemudian memilih pergi mengasingkan diri.
Selama beberapa waktu, Raden Saleh kemudian tidak pernah muncul lagi. Hal ini membuat para pelukis muda Belanda berpikir bahwa Raden Saleh berbuat nekat karena merasa terhina atas ulah mereka beberapa waktu lalu saat memamerkan lukisan bunga. Dan akhirnya mereka memutuskan untuk menyambangi kediaman Raden Saleh.
Di tempat itu, kediaman Raden Saleh nampak sepi. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mendobrak pintu tersebut hingga jebol. Ketika pintu terbuka, terkejutlah mereka mendapati sosok mayat Raden Saleh terkapar di lantai dengan darah bercucuran. Sontak, suasana menjadi panik karena mereka terkejut melihat pemandangan tersebut.
Ketika kepanikan terjadi, tiba-tiba Raden Saleh keluar dari sebuah ruangan. Sembari keluar, Raden Saleh berkata bahwa para pelukis Belanda bisa menipu kupu-kupu dan kumbang. Namun, Raden Saleh bisa menipu manusia melalui lukisannya. Akhirnya, para pelukis Belanda menyadari kesalahannya dan mengakui kemampuan Raden Saleh dalam melukis. Akhirnya, mereka pun pergi meninggalkan rumah Raden Saleh tersebut.
Separuh dari hidup Raden Saleh, dihabiskan di luar negeri untuk mempelajari berbagai macam ilmu yang berkembang di dunia Barat. Selain di Belanda, Raden Saleh sempat juga menetap di Jerman, Prancis dan Aljazair.
Tahun 1851, Raden Saleh memutuskan kembali ke Indonesia bersama istrinya yang merupakan warga negara Belanda. Di Indonesia, tidak begitu banyak karya yang dihasilkannya. Salah satu catatan penting dalam perjalanan Raden Saleh di Indonesia adalah perceraiannya dengan istrinya yang merupakan warga negara Belanda. Selanjutnya, Raden Saleh menikahi seorang gadis yang masih berdarah ningrat dari Kraton Solo.
Setelah menikah untuk yang kedua kalinya, Raden Saleh memutuskan tinggal di Batavia atau Jakarta. Kawasan yang dipilih sebagai kediamannya adalah daerah Cikini. Di tempat tersebut, Raden Saleh membangun sebuah rumah yang dibuat berdasar imajinasinya sebagai seorang pelukis. Rumah ini sendiri berada di atas tanah yang ukurannya sangat luas.
Demikian luasnya, sehingga Raden Saleh memutuskan memberikan sebagian halaman rumahnya pada pengelola kebun binatang. Hal ini menunjukkan bahwa Raden Saleh memiliki rasa cinta yang sangat besar pada alam dan lingkungannya. Saat ini, kawasan tersebut masih bisa dijumpai dan diberi nama Taman Ismail Marzuki. Sedangkan rumah kediaman Raden Saleh sendiri sekarang beralih fungsi menjadi rumah sakit Cikini, Jakarta.
Tahun 1875, Raden Saleh pergi lagi ke Eropa bersama istrinya. Selama tiga tahun Raden Saleh mengunjungi beberapa negara dan baru kembali ke Indonesia pada tahun 1878. Raden Saleh menghabiskan masa tuanya di daerah Bogor dan menetap disana hingga akhir hayatnya pada 23 April 1880.
Saat meninggal, terdapat beberapa isu yang menyertai kepergian maestro lukis dunia tersebut. Salah satunya adalah berita bahwa kematian Raden Saleh akibat diracun salah seorang pembantunya yang dituduh mencuri lukisan milik Raden Saleh. Namun, dari hasil otopsi yang dilakukan tim dokter disimpulkan bahwa kematian Radeh Saleh disebabkan karena adanya trombosis atau pembekuan darah.